SMS Gratis Operator Dihapus
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meminta operator telekomunikasi siap mengimplementasikan sistem penagihan interkoneksi SMS lintas operator (off net) berbasis biaya (cost based) yang mulai berlaku 1 Juni 2012.
Dalam kurun waktu lima bulan, menurut Kepala Pusat Informasi dan Hukum Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto, di Jakarta, Rabu (14/12), dari sisi teknis dan komersial harus sudah siap, baik berupa modifikasi storage, server, sistem billing, alokasi dana untuk belanja modal (capex), dan sistem interkoneksinya masing-masing.
Setidaknya terdapat empat dasar hukum pengubahan pola penagihan dari sebelumnya pola sender keep all (SKA), antara lain Peraturan Menkominfo No. 15 Tahun 2008 tentang Tatacara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang Disalurkan Melalui Jaringan Tetap.
Perbedaan antara pola SKA dan cost based adalah SKA memungkinkan keuntungan diambil semuanya oleh operator pengirim SMS. Sedangkan jika berbasis interkoneksi, memungkinkan revenue sharing antara operator pengirim dan penerima. Dengan begitu biaya interkoneksi SMS nantinya mengikuti hasil perhitungan biaya interkoneksi tahun 2010, yaitu sebesar Rp 23 per SMS.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno, mengatakan pihaknya siap mengimplementasikan aturan baru tersebut. “Dari sisi teknis billing system (sistem penagihan) sudah siap, termasuk skema komersialnya,” ujar Sarwoto.
Sejumlah kalangan mengkhawatirkan implementasi interkoneksi berbasis biaya itu akan berdampak negatif pada pelanggan karena operator akan membebani kepada pengguna layanan. Kekhawatiran itu sejalan dengan perkirakan bahwa operator akan mengeluarkan investasi sekitar 2,5 juta dolar untuk realisasi SMS berbasis biaya ini. .
Harus transparan
Sementara itu, kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala, yang harus dicermati dari pola interkoneksi baru ini adalah soal integritas dari personal-personal yang mengelola settlement. “Harus ada transparansi. Jika hanya mengandalkan sumber daya dari Kemenkominfo atau BRTI dipastikan akan kedodoran,” kata Kamilov.
Sebelumnya, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P Santosa, menilai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sudah terlambat. “Jika kebijakan muncul saat industri seluler baru dibangun tidak apa-apa. Sekarang jika dijalankan akan akan berdampak kepada biaya operasional tidak hanya belanja modal,” tegas Setyanto.
Ia mengingatkan bahwa interkoneksi tidak sepantasnya lagi menjadi sumber pendapatan dan alat bersaing oleh operator di era konvergensi saat ini. “Interkoneksi sudah menjadi ‘enabler’, perlu tapi tidak bisa menjadi sumber pendapatan karena perangkatnya memang sudah ‘built in,” katanya.
Sedangkan Direktur Utama XL, Axiata Hasnul Suhaimi, mengatakan kemungkinan akan terjadi kenaikan tarif ritel untuk jasa SMS karena diberlakukannya SMS berbasis biaya. “Jika sebelumnya ada penawaran yang gratis, tentu sekarang semuanya berbayar. Saya rasa akan terjadi pola perubahan komunikasi pelanggan mengakali SMS berbayar nantinya,” katanya.
Secara terpisah, GM Corporate Communication Telkomsel, Ricardo Indra menyambut baik kebijakan tersebut meski baru diterapkan pada 1 Juni 2012 mendatang. “Yang penting persaingan jadi lebih adil. Operator lain tidak dibebani SMS gratis dari operator lainnya,” kata Indra di Jakarta, seperti dikutip tribunews.com, Selasa (13/12) malam.
Selama ini, SMS gratis menjadi andalan operator telekomunikasi dalam berpromosi menggaet pelanggan. Namun layanan tersebut justru dimaanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menyebar SMS dengan mesin untuk mempromosikan produk tertentu seperti kredit tanpa agunan (KTA) dan lainnya.
Direktur Penjualan AXIS, Syakieb A Sungkar, menyatakan pihaknya akan mencari cara lain selain program SMS gratis yang menjadi andalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar